Laman

Sabtu, 19 Februari 2011

Mengikis Fenomena Mutanabby dengan Euphoria Rabi'ul Awwal


A. B. Zuhair*)

Sejak awal millennium ini, khususnya di Indonesia sering kita dengar tentang munculnya kembali beberapa orang yang mengaku dirinya sebagai nabi, atau sering kita menyebutnya dengan nabi palsu (mutanabby). Dan obyek dakwah mereka tak lain adalah kalangan awam Muslimin yang tampaknya begitu mudah tertarik dan bahkan sampai mengunggulkan ajaran mereka daripada ajaran Alquran dan Sunnah Muhammadiyah. Fenomena ini sungguh mengejutkan, mengingat Indonesia dikenal sebagai Negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Ataukah mungkin ini menunjukkan masih lemahnya kepedulian para pemimpin kita terhadap kemurnian agama terbesar bangsanya?


Sebagai contoh, kasus Lia Aminuddin (Lia Eden) yang telah lama mempropagandakan kenabiannya dengan dalih dirinya telah mendapat informasi dari "jibril" yang membawa wahyu yang subtansinya adalah mencampur aduk ajaran Islam dan Nasrani. Bahkan nabi palsu perempuan ini berani mendokumentasikan rangkaian komukasinya dengan "jibril" dalam cetakan buku tebal kemudian di sebarkan kepada para Kiai Pesantren sebagai salah satu strategi di'ayahnya (pengakuannya). Meskipun akhirnya Pemerintah telah menghentikan aktivitas Lia Aminudin dan pengikutnya, tapi sikap Pemerintah terhitung lamban karena pemberhentian tersebut terjadi setelah beberapa tahun dari munculnya pengakuan sang nabi perempuan palsu tersebut. Kasus yang lebih besar lagi adalah golongan Ahmadiyah yang sedang marak lagi belakangan ini, setelah pada tahun 1980 MUI telah memfatwakan kesesatan mereka. Sehingga MUI terpaksa menegaskan kembali fatwa kesesatan aliran dari bumi Hindustan tersebut pada tahun 2005. Juga kasus-kasus lainnya yang terjadi di pelosok Nusantara yang anehnya para nabi palsu itu masih saja mendapatkan pengikut dari kalangan awam Muslimin yang begitu mudah terbujuk di'ayah mereka.

Menelusuri kasus-kasus nabi palsu tersebut tak ayal membawa kita sampai pada kesimpulan pertanyaan, apakah yang telah terjadi dalam dasar keimanan kalangan awam Muslimin Indonesia, sehingga membuat mereka mudah terpengaruh ajakan nabi-nabi palsu itu? Mungkin untuk jawaban yang komplit pada pertanyaan ini perlu terjun lapangan langsung di tempat bermunculannya nabi-nabi palsu. Namun penulis yakin di antara jawaban komplit itu ada satu point penting yang tidak bisa kita remehkan. Point tersebut adalah hilangnya sosok mulia dan agung Muhammad 'alaihis sholatu was salam di dalam jiwa mereka yang seharusnya terpatri dalam kalbu setiap Muslim. Jika kita lihat ajaran-ajaran yang dipropagandakan para mutanabby tarsebut memang masih mengatasnamakan Islam dan iman kepada Allah subhanahu wa ta'ala, tetapi ajaran-ajaran itu tak satupun yang menghadirkan kembali kesempurnaan makna syahadat yang kedua yaitu syahadatu anna Muhammadan rosulullah. Padahal para Rasul sebelum Nabi Muhammad 'alaihis sholatu was salam selalu membawa kabar tentang kehadiran Nabi dan Rasul terakhir dan menyebutkan ciri-ciri kenabian terakhir secara jelas. Bahkan sebagaimana Abdullah bin Salam radiyallahu 'anhu katakan, "Kami Ahlul Kitab lebih mengenal sifat Rasulullah terakhir ini dari pada sifat anak kandung kami sendiri,". Dan telah diterangkan dalam permulaan kitab Fathul Mu'in dan Busyrol Karim, bahwa di antara pelajaran pertama kali (bahkan sebelum pelajaran tata cara sholat) yang harus ditanamkan oleh orang tua kepada anaknya  adalah mengenal pribadi Rosulullah Muhammad 'alaihis sholatu was salam dan pokok sifat-sifat mulianya juga mengenai risalah dan nubuwwahnya sebagai penutup risalah dan nubuwwah para Nabi sebelumnya. Maka tak heran jika di antara umat Islam sekarang yang telah melupakan pelajaran dasar Islam sejak usia dini telah merasa asing dengan sosok Muhammad 'alaihis sholatu was salam.
Setelah kita menyadari kekurangan Awam Muslimin di atas, maka di perlukan gerakan restorasi yang harus kita tanggung bersama. Dan tentu saja salah satunya adalah menghadirkan dan mengenalkan kembali sosok yang seharusnya menjadi panutan umat Islam bahkan umat manusia, yaitu Muhammad 'alaihis sholatu was salam. Karena hanya dengan mengikuti langkahnya kita dapat beribadah dengan benar kepada Allah 'azza wa jalla. Sebagaimana Allah 'azza wa jalla berfirman :
قل إن كنتم تحبون الله فاتبعوني يحببكم الله ويغفر لكم ذنوبكم (آل عمران : 31)
Artinya: Katakanlah (wahai Muhammad) "Apabila kalian benar-benar mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu pula dan mengampuni dosa-dosa kalian."
Dan bertepatan dengan bulan kelahiran Nabi Muhammad 'alaihis sholatu was salam, kita jadikan bulan Rabi'ul Awwal ini sebagai bulan pencerahan dan pembaharu cinta kita kepada beliau. Karena Umat Islam harus menyadari bahwa Muhammad 'alaihis sholatu was salam adalah rahmat terbesar yang diturunkan Allah kepada alam semesta, sebaimana ayat :
وما أرسلناك إلا رحمة للعالمين (الأنبياء : 107 )
Artinya: "Dan Kami (Allah) tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam".
Kemudian Allah juga telah mengajarkan kepada kita untuk selalu bersyukur atas segala rahmat  dan ni'mat yang diturunkan Allah  kepada kita :
لئن شكرتم لأزيدنّكم ولئن كفرتم إنّ عذابي لشديد (إبراهيم : 7)
Artinya: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka azab-Ku sangat berat".
قل بفضل الله وبرحمته فبذلك فليفرحوا , هو خير مما يجمعون (يونس : 58)
Artinya: "Katakanlah (Muhammad), "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulakan."
وأما بنعمة ربّك فحدّث (الضحى : 11)
Artinya: "Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur).
Maka selayaknya kita wajib mensyukuri karunia terbesar, yaitu diutusnya Muhammad 'alaihis sholatu was salam kepada kita, sehingga kita menjadi pengikutnya yang digelari sebagai khoiru ummah".

Adapun bentuk syukur sangatlah bervariasi, dan tentunya yang paling utama adalah mengikuti ajarannya dengan sepenuh hati. Akan tetapi adakalanya kita memerlukan media yang bermanfaat untuk umum sebagai bentuk kepedulian kita pada sesama dan realisasi program restorasi kita dalam generalisasi mahabbah Rasul kepada setiap rekan, tetangga, dan masyarakat umum. Kita menyadari saat ini masih banyak di lingkungan kita yang belum mengenal betul siapakah Muhammad 'alaihis sholatu was salam, maka kita perlu berkreasi menarik minat mereka dengan media apapun agar mereka lebih mengenal hakikat Muhammad 'alaihis sholatu was salam selama media tersebut tidak bertentangan dengan syari'at. Sebagaimana pendapat mu'tamad Ulama Ushul Fiqh bahwa "Setiap perkara yang bermanfaat dan tidak berbenturan dengan nash syar'i maka hukumnya adalah boleh". Sedangkan media tersebut tentu bisa bermacam-macam pula, seperti pembacaan Sirah Rosul, kajian tentang da'wah muhammadiyah dan berbagai media lainnya.

Dan sudah sangat maklum jika perayaan peringatan ini dikhususkan pada bulan Rabi'ul Awwal karena kelahiran Nabi Muhammad 'alaihis sholatu was salam terjadi pada bulan tersebut berdasarkan pendapat yang masyhur. Sebagaimana sunnah Nabi Muhammad 'alaihis sholatu was salam berpuasa pada hari senin karena mensyukuri hari kelahirannya tersebut, juga seperti disunnahkannya puasa 'asyura karena khusus memperingati kemenangan  Nabi Musa 'alaihis salam dan kaumnya atas Fir'aun dan pasukannya. Jadi bukanlah pengkhususan ini berarti pula pengkhususan mahabbah rasul melebihi bulan-bulan lainnya, apalagi mengesampingkan ittiba' sunnah muhammadiyah yang lebih penting. Tetapi kecintaan pada rasul haruslah bertambah setiap hari dan ittiba' sunnah harus lebih digiatkan setiap waktu, sedangkan peringatan maulid Rasul (dengan berbagai variasinya) adalah sebuah tradisi kebudayaan positif dan islami yang dijadwalkan sesuai dengan bulan atau hari kelahiran beliau 'alaihis sholatu was salam dan diharapkan mampu menjadi media penumbuh dan penambah cinta umat kepada Rasul mereka.  

Bagaiamanapun bentuk peringatan yang kita pakai haruslah didasari kecintaan kita pada baginda Rasulullah dan menyebarkannya kepada sesama tanpa menjadikan media tersebut sebagai bahan perdebatan kosong antar golongan yang tak berujung, atau bahkan malah merubah bulan Rabiul Awwal sebagai bulan puncak pergesekan antar umat yang semakin melemahkan kesatuan Islam dan Muslimin, sehingga melupakan kita pada gerakan restorasi krisis umat yang telah kita singgung sebelumnya. Dan tidak sepatutnya kita merasa sebagai orang yang paling cinta kepada Allah dan Rasulnya tapi melupakan cinta kepada sesama karena Allah, karena Rasulullah 'alaihis sholatu was salam telah menerangkan hubungan erat antara iman dengan tiga mahabbah. Sebagimana sabda beliau 'alaihis sholatu was salam, "Ada tiga perkara yang bila berkumpul dalam pribadi seseorang maka ia menemukan manisnya iman. Yaitu apabila Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada yang lainnya, dan jika ia mencintai seseorang  yang tiada lain cinta karena Allah." Hadits muttafaq alaih.

Akhir kata, bulan Rabiul Awwal adalah awwal munculnya Manusia pilihan yang menunjukkan kita pada jalan keridloan Allah subhanahu wa ta'ala, dan juga bulan yang lebih spesial dari bulan kelahiran kita. Maka selayaknya kita bereuphoria dan mengajak saudara kita sesama muslim untuk lebih mengenal hakikat Muhammad 'alaihis sholatu was salam dan meletakkanya selalu terpatri dalam hati masing-masing sehingga tak berpaling pada ajakan misionaris, mutanabby atau para pendusta lainnya.  Wallahu a'lam. 

(*Penulis adalah mahasiswa tingkat IV Fak. Syari’ah Univ. Al Ahgaff, Hadhramaut, Yaman.

1 komentar:

  1. Kebutuhan seorang Muslim kepada pengetahuan sosok nabinya, melebihi kebutuhan jasad kepada ruh, melebihi kebutuhan mata kepada cahaya, telinga kepada gendangnya, suara pada pitanya. Karena tiada jalan lain untuk menggapai kebahagiaan di dunia dan akhirat, kecuali dengan mengetahui sosok kepribadian Nabi, kemudian mengikuti jalannya dalam setiap bersikap dan tingkah laku. Muhammad Shollallahu alaihi wa alihi wa sallam.

    BalasHapus